Thursday, August 9, 2012

Matahari Sebagai Pusat Tata Surya

Matahari adalah bola gas yang sangat panas dan merupakan salah satu bintang dalam galaksi bimasakti. Matahari memiliki ukuran, massa, volume, temperature, dan gravitasi paling besar sehingga memiliki pengaruh besar terhadap benda-benda yang mengelilinginya seperti : planet dan satelitnya, planet-planet kerdil, asteroid, komet, dan debu

Matahari terbentuk dari gas helium (25%), gas hidrogen (74%) terionisasi. Senyawa penyusun lainnya yaitu : silikon, nikel, besi, magnesium, karbon, sulfur, kalsium, kromium dan neon. Matahari memiliki diameter sekitar 1.392.000 km atau sekitar 109 kali diameter bumi. Berat totalnya sekitar 332.000 kali berat bumi. Volumenya diperkirakan sekitar 1.300.000 kali volume bumi. Temperature di permukaannya sekitar 5000 derajat celcius, sedangkan temperature pusatnya sekitar 15.000.000 derajat celcius. Gaya gravitasi matahari sebanding dengan 28 kali gravitasi bumi, hal ini berarti apabila seseorang di bumi dengan berat 10 kg, maka saat ia berada di matahari beratnya menjadi 280 kg. Namun, gaya gravitasi mataharilah yang menahan planet-planet agar tetap berada pada orbitnya masing-masing.


Struktur Matahari



Atmosfer Matahari

Merupakan lapisan paling luar, berbentuk gas dan terdirir atas 2 lapisan yaitu : kromosfer dan korona. Kromosfer adalah lapisan atmosfer bagian bawah yang berwarna merah dengan tebal sekitar 10.000 km. Pada lapisan ini seringkali muncul tonjolan cahaya berbentuk lidah api yang disebut dengan prominensa. Sedangkan korona adalah lapisan atmosfer bagian atas yang berwarna kuning kemerahan dan memiliki tebal hingga ribuan kilometer. Kromosfer dan korona tidak dapat terlihat jelas dari bumi. Atmosfer baru akan terlihat jelas saat terjadi gerhana matahari .

Fotosfer Matahari
Merupakan lapisan yang berwarna perak kekuning kuningan yang terdiri atas gas padat bersuhu tinggi. Tebalnya sekitar 500 km dengan suhu sekitar 5500 derajat celcius. Sebagian besar radiasi matahari berasal dari fotosfer.

Barisfer (Inti Matahari)
Merupakan bagian matahari yang letaknya paling dalam, berdiameter sekitar 500.000 km dengan temperature sekitar 15.000.000 derajat celcius. Pada lapisan ini terjadi reaksi inti yang menyebabkan terjadinya sintesis hidrogen menjadi helium dengan karbon sebagai katalisatornya.


Zona radiatif 
Zona radiatif adalah daerah yang menyelubungi inti Matahari. Energi dari inti dalam bentuk radiasi berkumpul di daerah ini sebelum diteruskan ke bagian Matahari yang lebih luar. Kepadatan zona radiatif adalah sekitar 20 g/cm3 dengan suhu dari bagian dalam ke luar antara 7 juta hingga 2 juta derajat Celcius. Suhu dan densitas zona radiatif masih cukup tinggi, namun tidak memungkinkan terjadinya reaksi fusi nuklir. (Sumber :  http://id.wikipedia.org/wiki/Matahari )


Zona konvektif 

Zona konvektif adalah lapisan di mana suhu mulai menurun. Suhu zona konvektif adalah sekitar 2 juta derajat Celcius (3.5 juta derajat Fahrenheit). Setelah keluar dari zona radiatif, atom-atom berenergi dari inti Matahari akan bergerak menuju lapisan lebih luar yang memiliki suhu lebih rendah.] Penurunan suhu tersebut menyebabkan terjadinya perlambatan gerakan atom sehingga pergerakan secara radiasi menjadi kurang efisien lagi. Energi dari inti Matahari membutuhkan waktu 170.000 tahun untuk mencapai zona konvektif. Saat berada di zona konvektif, pergerakan atom akan terjadi secara konveksi di area sepanjang beberapa ratus kilometer yang tersusun atas sel-sel gas raksasa yang terus bersirkulasi. Atom-atom bersuhu tinggi yang baru keluar dari zona radiatif akan bergerak dengan lambat mencapai lapisan terluar zona konvektif yang lebih dingin menyebabakan atom-atom tersebut "jatuh" kembali ke lapisan teratas zona radiatif yang panas yang kemudian kembali naik lagi. Peristiwa ini terus berulang menyebabkan adanya pergerakan bolak-balik yang menyebabakan transfer energi seperti yang terjadi saat memanaskan air dalam panci. Oleh sebab itu, zona konvektif dikenal juga dengan nama zona pendidihan (the boiling zone). Materi energi akan mencapai bagian atas zona konvektif dalam waktu beberapa minggu. (Sumber :  http://id.wikipedia.org/wiki/Matahari )





Pergerakan Matahari 

Matahari mempunyai dua macam pergerakan, yaitu sebagai berikut : 
  1. Matahari berotasi pada sumbunya dengan selama sekitar 27 hari untuk mencapai satu kali putaran. Gerakan rotasi ini pertama kali diketahui melalui pengamatan terhadap perubahan posisi bintik Matahari. Sumbu rotasi Matahari miring sejauh 7,25° dari sumbu orbit Bumi sehingga kutub utara Matahari akan lebih terlihat di bulan September sementara kutub selatan Matahari lebih terlihat di bulan Maret. Matahari bukanlah bola padat, melainkan bola gas, sehingga Matahari tidak berotasi dengan kecepatan yang seragam. Ahli astronomi mengemukakan bahwa rotasi bagian interior Matahari tidak sama dengan bagian permukaannya. Bagian inti dan zona radiatif berotasi bersamaan, sedangkan zona konvektif dan fotosfer juga berotasi bersama namun dengan kecepatan yang berbeda. Bagian ekuatorial (tengah) memakan waktu rotasi sekitar 24 hari sedangkan bagian kutubnya berotasi selama sekitar 31 hari. Sumber perbedaan waktu rotasi Matahari tersebut masih diteliti. 
  2. Matahari dan keseluruhan isi tata surya bergerak di orbitnya mengelilingi galaksi Bimasakti. Matahari terletak sejauh 28.000 tahun cahaya dari pusat galaksi Bimasakti. Kecepatan rata-rata pergerakan ini adalah 828.000 km/jam sehingga diperkirakan akan membutuhkan waktu 230 juta tahun untuk mencapai satu putaran sempurna mengelilingi galaksi.


Jarak Matahari ke bintang terdekat 

Sistem bintang yang terdekat dengan Matahari adalah Alpha Centauri. Bintang yang dalam kompleks tersebut yang memilkiki posisi terdekat dengan Matahari adalah Proxima Centauri, sebuah bintang berwarna merah redup yang terdapat dalam rasi bintang Centaurus. Jarak Matahari ke Proxima Centauri adalah sejauh 4,3 tahun cahaya (39.900 juta km atau 270 ribu unit astronomi), kurang lebih 270 ribu kali jarak matahai ke Bumi. Para ahli astronomi mengetahui bahwa benda-benda angkasa senantiasa bergerak dalam orbit masing-masing. Oleh karena itu, perhitungan jarak dilakukan berdasarkan pada perubahan posisi suatu bintang dalam kurun waktu tertentu dengan berpatokan pada posisinya terhadap bintang-bintang sekitar. Metode pengukuran ini disebut parallaks (parallax). 



Ciri khas Matahari

Berikut ini adalah beberapa ciri khas yang dimiliki oleh Matahari:

Prominensa (lidah api Matahari)
Prominensa adalah salah satu ciri khas Matahari, berupa bagian Matahari menyerupai lidah api yang sangat besar dan terang yang mencuat keluar dari bagian permukaan serta seringkali berbentuk loop (putaran). Prominensa disebut juga sebagai filamen Matahari karena meskipun julurannya sangat terang bila dilihat di angkasa yang gelap, namun tidak lebih terang dari keseluruhan Matahari itu sendiri. Prominensa hanya dapat dilihat dari Bumi dengan bantuan teleskop dan filter. Prominensa terbesar yang pernah ditangkap oleh SOHO (Solar and Heliospheric Observatory) diestimasi berukuran panjang 350 ribu km. 

Sama seperti korona, prominensa terbentuk dari plasma namun memiliki suhu yang lebih dingin. Prominensa berisi materi dengan massa mencapai 100 miliar kg. Prominensa terjadi di lapisan fotosfer Matahari dan bergerak keluar menuju korona Matahari. Plasma prominensa bergerak di sepanjang medan magnet Matahari. Erupsi dapat terjadi ketika struktur prominesa menjadi tidak stabil sehingga akan pecah dan mengeluarkan plasmanya. Ketika terjadi erupsi, material yang dikeluarkan menjadi bagian dari struktur magnetik yang sangat besar disebut semburan massa korona (coronnal mass ejection/ CME). Pergerakan semburan korona tersebut terjadi pada kecepatan yang sangat tinggi, yaitu antara 20 ribu m/s hingga 3,2 juta km/s. Pergerakan tersebut juga menyebabkan peningkatan suhu hingga puluhan juta derajat dalam waktu singkat. Bila erupsi semburan massa korona mengarah ke Bumi, akan terjadi interaksi dengan medan magnet Bumi dan mengakibatkan terjadinya badai geomagnetik yang berpotensi mengganggu jaringan komunikasi dan listrik. 

Suatu prominensa yang stabil dapat bertahan di korona hingga berbulan-bulan lamanya dan ukurannya terus membesar setiap hari. Para ahli masih terus meneliti bagaimana dan mengapa prominensa dapat terjadi. 


Bintik Matahari 

Bintik Matahari terlihat seperti noda kehitaman di permukaan Matahari. Bintik Matahari adalaah granula-granula cembung kecil yang ditemukan di bagian fotosfer Matahari dengan jumlah yang tak terhitung. Bintik Matahari tercipta saat garis medan magnet Matahari menembus bagian fotosfer. Ukuran bintik Matahari dapat lebih besar daripada Bumi. Bintik Matahari memiliki daerah yang gelap bernama umbra, yang dikelilingi oleh daerah yang lebih terang disebut penumbra. Warna bintik Matahari terlihat lebih gelap karena suhunya yang jauh lebih rendah dari fotosfer. Suhu di daerah umbra adalah sekitar 2.200 °C sedangkan di daerah penumbra adalah 3.500 °C. Oleh karena emisi cahaya juga dipengaruhi oleh suhu maka bagian bintik Matahari umbra hanya mengemisikan 1/6 kali cahaya bila dibandingkan permukaan Matahari pada ukuran yang sama. 


Angin Matahari

Angin Matahari terbentuk aliran konstan dari partikel-partikel yang dikeluarkan oleh bagian atas atomosfer Matahari, yang bergerak ke seluruh tata surya. Partikel-partikel tersebut memiliki energi yang tinggi, namun proses pergerakannya keluar medan gravitasi Matahari pada kecepatan yang begitu tinggi belum dimengerti secara sempurna. Kecepatan angin surya terbagi dua, yaitu angin cepat yang mencapai 400 km/s dan angin cepat yang mencapai lebih dari 500 km/s. Kecepatan ini juga bertambah secara eksponensial seiring jaraknya dari Matahari. Angin Matahari yang umum terjadi memiliki kecepatan 750 km/s dan berasal dari lubang korona di atmosfer Matahari. 

Beberapa bukti adanya angin surya yang dapat dirasakan atau dilihat dari Bumi adalah badai geomagnetik berenergi tinggi yang merusak satelit dan sistem listrik, aurora di Kutub Utara atau Kutub Selatan, dan partikel menyerupai ekor panjang pada komet yang selalu menjauhi Matahari akibat hembusan angin surya. Angin Matahari dapat membahayakan kehidupan di Bumi bila tidak terdapat medan magnet Bumi yang melindungi dari radiasi. Pada kenyataannya, ukuran dan bentuk medan magnet Bumi juga ditentukan oleh kekuatan dan kecepatan angin surya yang melintas. 


Badai Matahari 

Badai Matahari terjadi ketika ada pelepasan seketika energi magnetik yang terbentuk di atmosfer Matahari. Plasma Matahari yang meningkat suhunya hingga jutaan Kelvin beserta partikel-partikel lainnya berakselerasi mendekati kecepatan cahaya. Total energi yang dilepaskan setara dengan jutaan bom hidrogen berukuran 100 megaton. Jumlah dan kekuatan badai Matahari bervariasi. Ketika Matahari aktif dan memiliki banyak bintik, badai Matahari lebih sering terjadi. Badai Matahari seringkali terjadi bersamaan dengan luapan massa korona. Badai Matahari memberikan risiko radiasi yang sangat besar terhadap satelit, pesawat ulang alik, astronot, dan terutama sistem telekomunikasi Bumi. Badai Matahari yang pertama kali tercatat dalam pustaka astronomi adalah pada tanggal 1 September 1859. Dua peneliti, Richard C. Carrington dan Richard Hodgson yang sedang mengobservasi bintik Matahari melalui teleskop di tempat terpisah, mengamati badai Matahari yang terlihat sebagai cahaya putih besar di sekeliling Matahari. Kejadian ini disebut Carrington Event dan menyebabkan lumpuhnya jaringan telegraf transatlantik antara Amerika dan Eropa. 








Wednesday, August 8, 2012

Apakah "Galaksi" itu?

Galaksi adalah gugusan bintang-bintang yang terikat oleh gaya gravitasi, jumlahnya sangat besar dan tersebar di alam semesta. Galaksi terkecil terdiri dari jutaan bintang sedangkan galaksi besar terdiri dari bintang yang jumlahnya milyaran. 

Bintang kita, Matahari merupakan salah satu bintang dalam galaksi yang disebut Galaksi Bimasakti. Bimasakti merupakan bagian dari gugus yang beranggotakan 30 galaksi yang disebut dengan rumpun lokal dengan 3 anggota terbesarnya yaitu : Galaksi Bimasakti, Galaksi Andromeda (M31) dan M33

Tipe Galaksi
Galaksi memiliki berbagai macam bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Pada tahun 1920-an astronom dunia Edwin P. Hubble mengklasifikasikan galaksi menurut tingkat kepipihannya yaitu :
  1. Eliptik (E)
  2. Spiral (S)
  3. Spiral Batang (SB)

Galaksi Elips

Galaksi Spiral Berbatang

Galaksi Spiral

Galaksi Tak Beraturan

Secara lebih detail, Hubble mengklasifikasikan Galaksi menjadi :
  1. Galaksi Elips : Berbentuk elips dan memiliki distribusi bintang yang merata
  2. Galaksi Lenticular : Bentuknya mirip seperti piringan dan terdapa gembungan pada pusatnya, tetapi tidak spiral
  3. Galaksi Spiral : Memiliki gembungan pada pusatnya dan piringan yang spiral. Pusat lengan terdapat di gembungan
  4. Galaksi Spiral Batang : Spiralnya tidak berpangkal di gembungan pusat, tetapi dari batang yang menembus gembungan pusat
  5. Galaksi Tak Beraturan : Galaksi yang tidak memiliki pola
Klasifikasi Hubble ini banyak didasarkan pada potret-potret pengamatannya melalui teleskop. Awalnya Hubble berpendirian bahwa awalnya galaksi berbentuk elips yang kemudian berevolusi menjadi galaksi spiral. Walaupun banyak para astronom yang bertentangan dengan teori ini, namun para astronom masih terpengaruh Hubble dalam menyatakan jenis galaksi. 

Berdasarkan hal ini para astronom akhirnya membuat teori tentang evolusi galaksi yang menyatakan bahwa galaksi elips merupakan tumbukan dari dua galaksi yaitu galaksi spiral atau galaksi spiral dengan galaksi tak beraturan. Tumbukan ini melepaskan gas dan debu yang kemudian membuat orbit bintang-bintangnya tak beraturan


Proses Pembentukan Galaksi
Pembentukan dan pertumbuhan galaksi diperkirakan terjadi sebagai akibat gaya gravitasi antara sub galaksi atau gabungan sub galaksi yang prosesnya terjadi terus-menerus.
Yang menarik, data terbaru dari tim peneliti John Moores University, Liverpool justru menantang konsep yang sudah lama ada tersebut. Kok bisa? Data terbaru menunjukkan kalau pertumbuhan sebagian obyek masif tersebut berhenti 7 milyar tahun lalu saat alam semesta baru mencapai setengah dari usianya saat ini

Bagaimana galaksi terbentuk dan kemudian mengalami evolusi masih merupakan pertanyaan yang sebagian besar belum terjawab. Selama ini diyakini ada kelompok sub-galaksi yang bergabung membentuk galaksi, dan terkait dengan fluktuasi dalam kerapatan materi di kosmos yang tersisa setelah Dentuman Besar yang saat ini terlihat sebagai riak temperatur pada radiasi kosmik latar belakang (cosmic microwave background / cmb)

Untuk mempelajari evolusi galaksi, Claire Burke dan tim juga melibatkan Professor Chris Collins dan Dr John Stott (University of Durham) melihat dan menelaah galaksi paling masif di alam semesta yang dikenal sebagai Brightest Cluster Galaxies (BCGs) atau Gugus Galaksi Paling Terang. Dinamai demikian karena lokasinya berada pada pusat gugus galaksi, stuktur yang terdiri dari ratusan galaksi.

Dalam lingkungan alam semesta, BCGs berbentuk ellips, berukuran paling besar, seragam, dan paling masif dari galaksi – galaksi yang di amati. Setiap galaksi yang tergolong BCGs memiliki massa sebanding dengan 100 trilyun Matahari. Seperti galaksi ellips kecil, BCGs tersusun oleh bintang merah yang tua dan diperkirakan terbentuk melalui penggabungan populasi sub galaksi berkerapatan tinggi yang ditemukan di pusat gugus galaksi. Dengan mempelajari ukuran pertumbuhan BCGs maka diharapkan para ilmuwan bisa mendapatkan informasi terkait pembentukan dan evolusi galaksi secara umum.

Untuk bisa mengukur ukuran BCGs tidaklah mudah karena area terluarnya sangat redup. Untuk itu Burke dan timnya mengatasi masalah tersebut dengan menggunakan citra eksposur panjang dari arsip Teleskop Hubble, yang secara khusus memotret bagian redup dari galaksi-galaksi tersebut. BCGs yang dipelajari ini berada sangat jauh dan cahaya yang dideteksi pada galaksi-galaksi tersebut berasal dari cahaya 7 milyar tahun lalu. Artinya galaksi-galaksi tersebut tampak bagi pengamat sesuai dengan kondisinya saat ia berada di usia setengah usia alam semesta kini.

Setelah mempelajari dan menganalisa citra Hubble, ditemukan kalau BCGs jauh tersebut memiliki ukuran yang hampir sama dengan rekan mereka yang berada lebih dekat. Selain itu galaksi-galaksi ini harusnya bisa bertumbuh setidaknya 30% dalam 9 milyar tahun. Hasil simulasi untuk evolusi alam semeta justru memprediksi kalau BCGs seharusnya memiliki ukuran 3 kali lipat setelah waktu tersebut.

Lambatnya pertumbuhan sebagian besar galaksi masif jelas menjadi tantangan tersendiri bagi model pembentukan dan evolusi alam semesta struktur skala besar. Tampaknya para kosmolog membutuhkan beberapa bahan penting lainnya untuk bisa memahami evolusi galaksi dari masa lalu sampai masa kini.

Sumber